Jumat, 08 Juni 2012

Gak Pake Judul 29

________________________________________________________________


Ada apa dengan juni kali ini.....
Seperti yang saat ini terjadi. Hujan.
Hujan tak semestinya datang sekarang.
Mestinya ia hadir pada septemer mendatang.
Tapi toh dia datang juga.


Aku menyukai hujan.
Sejak dulu.
Aku mengagumi ketenangan yang ia bawa.
Menyanjung kenangan yang hadir dari tiap butir tetesnya.


Ada wajah ayahku
Mengambang dalam aliran riak kecilnya


Banyak kenanganku
Timbul tenggelam dalam genangannya


Hujanku....
Bisakah aku menyebutnya begitu?


Mungkin bisa


Tapi tak lantas ia menjadi milikku


Dan meski aku memujanya
Kuharap ia tak datang secepat ini


Hujan.... 
Tak semestinya datang saat ini
Mestinya ia hadir pada september nanti
Tapi toh dia datang tanpa dikehendaki
__________________________________________________________________





Selasa, 29 Mei 2012

Gak Pake Judul 28

________________________________________________________________________________


GMT + 7, waktu Jakarta.
Dua hari di penghujung bulan.

Ada laki laki-laki laki brengsek, maka ada juga perempuan-perempuan brengsek. ( maaf untuk kata "laki" yang terlalu berderet itu). 

Aku tidak terlalu "ngefens" dengan kakakku belakangan ini.
Menurutku dia terlalu menjengkelkan sebagai seorang kakak. Tapi mana ada sih didunia ini orang yang sesama saudara yang tidak saling membenci. 

Aku tidak ingin membahas kakak-ku yang mungkin masuk kedalam kategori lelaki brengsek.
Dia bisa saja tampan, tapi aku muak dengan pacar-pacar noraknya yang kerap sok kecantikan itu.
Aku ingin bicara tentang perempuan brengsek.

Aku sudah menceritakan insiden merokok itu. Dan mungkin aku masuk dalam daftar perempuan tidak baik. Tapi perempuan tidak baik disini berbeda dengan perempuan brengsek.
Cowok identik dengan sifat hidung belangnya. Saat seorang cowok memiliki sifat itu, maka secara otomatis lebel brengsek akan menempel dijitnya secara tak kasat mata. Yah... yang teringat olehku adalah Rian. Aku tidak tau berapa cewek yang dia punya saat ini. Tapi yang pasti, dulu saat SMA dia hampir memiliki pacar hampir di setiap SMA yang ada di kotaku. Dan siapa yang tak mengenal Rian?. Dia cowok populer di sekolahku. Bukan karena prestasi, tapi karena ya... hidung belangnya itu. Alih-alih bicara populer, aku malah menganggapnya sebagai cowok tolol yang kurang kerjaan hingga tak ada kerjaan lain selain menggoda cewek-cewek yang juga sama tololnya. Dia bisa saja tampan, tapi kurasa dia tidak memiliki wibawa sama sekali. Dan Dia selalu tampak nyengir seperti orang idiot.

Tapi itu terserah sajalah...Toh bukan urusanku.
Dan dia itu laki-laki, dan kurasa wajar sajalah kalau dia ingin mengoleksi cewek-cewek tolol dengan lebel "Mantan Pacarnya Rian".

Mengimbangi ke-mata keranjangan Rian, ada Santi.
Cewek mungil berkulit putih dengan rambut ikal hitam dan tipis.
Yang aku tau berpacaran dengan lalaki hitam dan kentara sekali ke-jawa-annya.

Aku tidak harus mengakui bahwa mungkin kakakku adalah salah satu dari sekian banyak laki-laki brengsek itu. Dan aku mungkin adalah perempuan brengsek yang berusaha mengimbangi kebrengsekan saudaranya. Tapi ya Tuhan.... sebrengsek apapun tingkah yang pernah kulakukan, aku tidak pernah menjadi cewek yang terlalu begitu matre hingga seseorang yang saat ini adalah pacarku menjadi sangat kewalahan dengan tingkahku yang kentara sekali noraknya. Maksudku, ingin ini itu dengan melorotin duit pacar. Nyuruh ini itu kaya pembantu. 

Kuakui bahwa yang kulakukan sekarang adalah "mengumpat". Jika diperhalus maka akan menjadi "mengoreksi". Tapi tetap saja, apapun namanya, saat ini aku sedang membicarakan kejelekan orang di lembar Blog-ku. Lagi.

Dan melanjutkan umpatanku.
Orisinil sekali kisah si Santi ini. Maksudku, lihatlah. Dia berpacaran dengan seseorang yang apa ya? Bisa kubilang tidak terlalu tampan. Atau tidak tampan. Mungkin sama sekali tidak tampan. (Setidaknya itulah pendapatku tentang Edi, cowoknya santi). Tetapi dia itu juragan karet. Aku tak harus tahu berapa hektar kebun karet yang dia punya. Tapi berapapun itu, yang pasti si Edi ini adalah orang yang kaya. Atau setidaknya tidak miskin-miskin amat lah. Tapi yang kusayangkan adalah sifat ke katrok-annya itu lho.
Plis deh nek, Tetangga sebelah rumahku yang umurnya masih delapan tahun saja tau kalau aku sedang memperbudaknya saat aku menyuruhnya ke warung buat beli sesuatu. Masa ini seorang cowok berkepala dua nggak nyadar sama sekali saat lagi di kadalin cewek. Sebuta itukah cinta. Ohhhh, Tidak Buatku.
Beberapa kelompok kami kerap kasihan meliah Edi, dia naik turun tangga bersudut 45 derajat dengan tinggi setidaknya seratus meter di area kampus buat nyari buku di perpustakaan, selanjutnya memberikan buku itu kepada cewek tercintanya, hingga ia mesti melewati tangga yang tadi ia lewati dengan ngos-ngosan.
Dosen kami kerap mengganti ruang belajar saking tidak inginnya menuruni dan menaiki tangga. Jujur saja tangga di kampus kami terlalu menjengkelkan. Dan Santi, dia enak-enakan makan di kantin sementara cowoknya disuruh begituan. naik turun maksudku.

Tapi mana aku tau tentang cinta. Buta ataukah melek.
Aku kan tidak pernah jatuh cinta. Kalau naksir cowok, itu sih beda perkara.
Tapi menurut hati dan akalku yang sehat ini. Cinta itu buta tapi juga melek secara bersamaan.
Lihatlah si Edi. Cinta itu Buta.
Dan lihatlah si Santi. Cinta itu Sangat-sangat Melek. xixixi....
Cukup melek buat jadi sesuatu yang memberimu segalanya tanpa modal.
________________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 27

_____________________________________________________________________________


Kusadari...
Sepuluh haripun berlalu...

Apa yang ada di dalam otakmu saat aku bilang "cewek baik-baik"
Maksud di dalam otakmu adalah di dalam benakmu.

Yah...kalau aku, yang terpikir olehku, cewek baik-baik adalah cewek yang penurut, rajin, sopan, dan tentu saja mempesona. Pesonanya seolah muncul oleh keluguannya karena menjadi cewek yang penurut terhadap orang tua, sopan dengan tetangga dan rajin bangun di pagi buta.

Ini mengingatkanku akan temanku, Lia.
Aku tau, seharusnya aku  tidak menyebutkan nama aslinya. Tapi karena aku tidak mengucapkan hal buruk, maka kurasa tak salah jika aku menuliskan nama yang sebenarnya.

Lia adalah teman kecilku sejak SD.
Kami kenal namun tidak begitu karib saat di sekolah dasar.
Berdua, kamipun satu sekolah di asrama PPLH.
PPLH adalah singkatan dari sekolah islamku saat SMP.
Dan kami berdua pernah menjuarai lomba senam SKJ 2000 saat SD bersama dua teman kami yang lainnya.

Lia.
Apa yang bisa ku ceritakan???
Yang pasti, saat mengucapkan kata "cewek baik-baik", maka Lia adalah salah satunya.

Lia anak orang kaya. Terdidik tentu saja.
Ayahnya memiliki sebuah toko semacam toko pupuk dan sebaginya di kediaman kami. 
Dan rumahnya cukup megah untuk ukuran desa berkembang.
Ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga yang juga "Baik-baik"
Disiplin mendidik anak, dan..... apalagi. Lebih muda daripada ibuku tersayang.

Aku ingat bagaimana Lia kerap menjadi juara umum di sekolah dasar.
Meskipun tidak selalu dia. Tapi kupastikan Lia selalu berada di tiga besar.
(Bandingkan dengan diriku yang dablekkk, Sepuluh besarpun tidak mendekati).

Lia anak rajin, kupikir dia tidak pernah bangun diatas pukul tujuh meskipun hari itu adalah hari libur.
Dan aku jarang sekali bangun dibawah pukul tujuh meskipun itu bukan hari libur. Bandingkan perbedaannya.

Di PPLH.
Aku kerap kehilangan kunci lemari akibat kecerobohanku. Itu sebabnya aku akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengunci lemariku setelah kehilangan kunci untuk yang ketiga kalinya selama kurang dari satu bulan. Kakak pembimbing dikamar kami kerap jengkel denganku karena kasus kehilangan kunci ini. menyusahkan saja.

Dan taukah kalian.
Ada julukan "anak bebek".
Adalah julukan yang diperuntukkan untukku dan beberapa teman-temanku karena kerap tidak mandi pagi.
Aku tau bukan salahku kalau MCK asrama kami terlalu sempit untuk menampung lima ratus murid di ruangan berukuran lima belas kali sembilan meter. belum lagi di potong letak tiga bak mandi besar-besar serta tujuh WC berderet-deret yang makin mempersempit ruangan. Dan satu lagi yang membuatku enggan untuk menghampiri kamar mandi. Adalah air pancuran yang antri-an-nya tak kalah dengan kereta api babaranjang.
Setiap kali kau bilang "Siapa sesudahmu??" maka selalu ada jawaban "Si A". kau menghampiri si A dan menanyakan hal serupa, maka jawabannya adalah si B. Begitulah seterusnya hingga si Z, yang kalau kau memutuskan untuk menunggu maka kau akan mandi pagi pada pukul dua belas siang. Dan kau melewatkan jam belajarmu dikelas.

Dan sialnya, Lia tidak pernah mengalami nasib sepertiku.
Yang kumaksud adalah kehilangan Kunci atau tidak mandi pagi.
Anak yang rajin si Lia ini. 
Dia bisa bangun pada pukul 3 dini hari, sementara aku baru saja memejamkan mata.
Dia selalu ingat letak kunci yang di gantung dilehernya bersama dengan beberapa gandel kunci-kunci lain yang entah kunci apa.

Aku mencoba menggantungkan kunciku dileher seperti yang dia lakukan. 
Tapi entahlah, kurasa kecerobohanku ini sungguh sangat keterlaluan. 
Aku meninggalkannya di kamar mandi yang penuh berjejal para murid. Dan aku kembali untuk mengambilanya tapi kunci itu sudah raib entah kemana. Tapi mungkin itu perasaanku saja yang seolah meninggalkan kunci di kamar mandi padahal aku melepasnya saat duduk-duduk ngerumpi di bawah pohon seri di waktu senggang bersama anak-anak bandel lainnya.

Dan sekarang usia kami sudah 21 tahun.
Lia kuliah dijurusan keperawatan di palembang sana. 
Sementara aku kuliah jurusan ekonomi dikampus lokal dikota kami.
Kau tau? Kuliah ekonomi kampus lokal? aku merasa kuliah yang kujalani adalah seperti kuliah-kuliah-an. Permainan. Dolanan. Dari pada nganggur.
Dan parahnya ini adalah tahun terakhirku. Dan aku berada di puncak kebosananku mengurus skripsi yang..... entahlah apa yang harus kukatakan tentang skripsiku yang gak kelar-kelar ini.
Aku tidak memiliki semangat sama sekali untuk menuntaskan tugas akhir perkuliahan ini. Ini bukan hanya karena tema yang ingin dibahas, tapi juga karena dosen yang sulit ditemui. Menemui mereka setara dengan keadaan dimana kau ingin bertemu dengan seorang artis papan atas yang lagi naik pohon bukan lagi naik daun.

Dua hari lalu aku memboyong pulang dua novel dari toko buku.
Untuk mengusir kebosanan.
Kupikir aku suka membaca. Novel tentu saja.
Dan kupikir aku juga suka menulis. 
Kau tau, ini seperti menemukan hal baru dalam diriku.
Seperti menemukan hobi baru, tempat untuk mengoret-oret umpatanku.
Tapi aku belum mampu menulis sebuah cerita atau menuntaskannya.
Tapi Kuharap aku bisa suatu saat nanti. 

Dan aku tidak bodoh-bodoh amat untuk menjadi penulis handal seperti penulis-penulis tenar itu.

NB:
Seseorang meninggalkan sekotak rokok bermerek Slic Mild di rumahku.
Bungkusnya berwarna putih bersih, dengan tulisan yang dikelilingi oleh lingkaran tak lengkap berwarna merah dan silver.
Iseng.
Aku memboyongnya kekamarku.
Ada korek api juga.
Dan aku menghisapnya.
Ini bukan hisapan pertamaku.
Beberapa tahun lalu aku mecoba menghisap kretek milik kakakku.
Tapi dulu rasanya tidak sebaik ini. pahit.
Kali ini tidak terlalu buruk, meski tidak senikmat melahap sebungkus Coklat silverquinn.
Dan aku menikmati yang ini, hingga isinya berkurang setengah bagian lagi.

Kubiarkan diriku menjadi gadis yang apa ya.... Nakal? Tidak. Berani, mungkin.
Dan aku tau dari dulu bahwa aku bukan gadis yang tarlalu "Baik-baik".
Tapi aku tidak buruk-buruk amat.
Dan seandainya orang memandangku sebagai gadis buruk. 
Maka aku tidak berusaha untuk memperbaiki pandangan mereka.
Karena aku memang buruk. Meski tidak seburuk pandangan orang.

Dan Satu lagi.
Aku belum pernah berkencan.
Aku belum pernah punya pacar.
Aku belum pernah berciuman. Titik.
Buruk????
Memang.....!!!!
Karena tak ada cowok yang berakal sehat yang ingin menjadikanku pacar mereka, 
karena mereka menganggap aku cewek yang buruk................ 
Karena aku bukan cewek "Baik-baik"
________________________________________________________________________________

Sabtu, 19 Mei 2012

Gak Pake Judul 26

________________________________________________________________


Dalam Kebutaanku.....
Tujuh anak bak kurcaci bersuka cita menyambut pelangi senja
Tujuh Warna hadir Dalam satu nuansa
Warna Buram berbalut ketidaktahuan


Dalam Kebisuanku.....
Tujuh kata membait
Tujuh Bait menyair
Syair indah bergelung ketiada-artian


Aku Terbata,
Mencari jalan


Aku Meraba,
Mencari pijakan


Dalam kebutaan,
Tak ada yang hancur dibawah Telapakku


Dalam Kebisuan,
Tak ada yang lebur dalam genggamanku


Tapi ada yang luluh


Dalam kebutaanku
Dalam kebisuanku
Hatiku luput dari ketunaanku


Hati...
Mencerahkan - warna -  dalam nuansa - di ketidaktahuan
Hati...
Memerdukan - bait - dalam Syair - di ketiadaartian


__________________________________________________________________

Jumat, 18 Mei 2012

Gak Pake Judul 25

_______________________________________________________________________________


Untuk Sesuatu yang tak Tampak
Untuk Sesuatu yang tak pasti
Untuk sesuatu yang tak jelas


Siapa yang berani melangkah dalam ruang gelap
Dimana mata tak ada arti


Seseorang bilang padamu bahwa di ruang gelap itu bersarang emas juga berlian
Kau bisa meraup semaumu,
Sebanyak yang mampu aku genggam


Yang lain lagi bilang bahwa tak ada apa-apa didalam sana lain dari pada ular-ular zebra bermata hitam.
Kau melangkah,
Kau mati.


Saat ini,
Senandung risau merekah dalam jiwamu
Kau tak bisa berbalik arah karena waktu telah memudarkan jalanmu


Pilihan yang kau miliki adalah masuk lalu kemudian keluar


Membawa sekarung berlian,
Dan Selesai.
Kau menjadi saudagar yang memiliki apapun yang kau inginkan


Atau.....
Kau tak mendapat apa-apa selain berkejar-kejaran dengan ular bermata hitam dan kau keluar dengan darah mengucur dari sekujur tubuhmu.

Dan selanjutnya juga Selesai. Kau sekarat dan Mati.


Tapi ada padang ilalang di sebelah sana.
Sesuatu yang juga tak nampak, tak pasti dan tak jelas ada dibaliknya.
Apapun itu.
Ada cahaya dan matamu tidak buta.
Meski lima menit kemudian akan datang kegelapan.


Ada tantangan
Ada perjuangan
Kau tidak bisa memastikan bahwa kau pasti menang.


Tidak ada ibumu disini.
Tidak ada siapa-siapa disini.
Hanya Kau dan Ketakutan yang kau miliki.


"Kau hanya punya rasa percaya untuk yakin bahwa kau benar"
________________________________________________________________________________

Rabu, 16 Mei 2012

Gak Pake Judul 24*

_________________________________________________________________________________


Ke esokan harinya Olin menelpon. Aku memandangi nomor ponselnya, menimbang-nimbang apakah teleponnya ini harus kujawab. Dan beberapa detik kemudian akhirnya kuputuskan untuk menjawab.
"Halo...??? "
"Liv...??"
"Siapa lagi ??"
Aku mendengar Olin terkekeh di seberang sana.
"Kamu tega bener sih liv, masa teleponku nggak diangkat-angkat" Aku merasakan pipi Olin sedang mengembung saat mengucapkan itu.
" Sory deh, nggak tau kok "
"Aku didepan nih! Keluar dong???!!" 
"Depan mana?"
"Ya Depan rumahmu lah. Buruan gih keluar!! "

***
_________________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 23*

_________________________________________________________________________

Aku duduk bengong sendirian dikamarku,
Menanti sesuatu yang ku tau sesuatu itu tidak akan terjadi.

Aku memulai hari ini dengan bangun pada pukul tujuh lewat. 
Dan aku tau bahwa hari ini akan berakhir seperti kemaren.
Aku hanya duduk, membuka web, main game online, tidur siang, makan, duduk lagi, makan lagi, mandi, dan haripun berlalu. tak ada perbedaan sama sekali dengan hari kemaren. 

Aku berencana mengunjungi Mel, kau tau aku belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun padanya secara langsung, dan aku belum meminta maaf akan ketidak hadiranku dalam acara ulang tahunnya sabtu lalu. Kado yang baru sempat ku bungkuspun masih tergeletak diatas meja buku-ku. Aku memandang kado itu.

Seumur hidup aku tak pernah menerima kado dari kedua orang tuaku. Maksudku kado sungguhan yang berbungkus kertas yang didalamnya berisi sesuatu yang istimewa dan membuat penasaran. Aku tau mereka sudah berusaha membesarkanku sebaik mungkin. Tapi tetap saja. Ibu Mel membelikan sesuatu dalam bentuk kado di setiap ulang tahunnya. Padahal kondisi ekonomi mereka tak jauh beda denganku. Tapi tidak dengan ibuku, aku bahkan sangsi apa mereka ingat tanggal kelahiranku. 

Aku mencoba memahami bahwa hal itu di karenakan oleh faktor usia.
Ibuku memiliki usia 20 tahun lebih tua daripada Ibunya Mel, beliau lahir tak lama setelah kemerdekaan Negara ini. Mungkin itu yang menyebakan ibuku terlihat lebih kuno ketimbang ibu Mel. Dan aku berbesar hati untuk memaklumi ketidak-adaan perayaan ulang tahunku ataupun kado istimewa yang kumaksud.

Tapi aku juga sangsi apakah ada yang benar-benar pernah memberiku ucapan selamat ulang tahun,
Selain Mel dan Tentu saja Olin, tak ada yang repot-repot mau mengingat bahwa ada gadis bodoh didalam kamarku yang pada suatu hari akan melewati hari yang spesial, hari ulang tahun-nya. Dan itu artinya Hanya Mel dan Olin yang pernah mengucapkan "Happy Bird day Liv", melalu SMS. Poor Girl.

Sebenarnya hari ini aku berniat kerumah Mel, tapi aku merasa mungkin dia lagi ngambek berat karena acara ulang tahun itu. Dan aku ingin mengajak Olin, Tapi sekarang aku yang lagi kesal padanya karena kasus mengunggu selama tiga jam itu. Jadilah hari ini aku duduk-duduk manyun dikamarku. Aku menelpon Sisi untuk menanyakan perihal proposal skripsi, tapi dia tidak menjawab teleponku sama sekali. Selanjutnya aku menelpon Sely untuk menanyakan hal yang sama. Dia menjawab teleponku dalam beberapa detik, dan belum sempat aku menanyakan maksudku, dia sudah mencekcokiku dengan kata-kata "Kamu kemana aja Liv, Ini kan sudah bulan juni.....!!!" dan bla...bla...bla...

Dan aku tau maksudnya apa. Sebagian mahasiswa sudah melakukan bimbingan dengan dosen, bahkan sudah ada yang siap menuju ruang ujian. Tapi aku? Aku bahkan belum mengajukan judul sama sekali. Dan aku tau karakter Sella. Dia satu-satunya teman yang kukatakan paling peduli dengan nasib perkuliahanku.
Sementara yang lain seperti sisi, Bisa dikatakan dia itu sama tak pedulinya denganku terhadap yang namanya pelajaran. Meskipun dia sedikit lebih berbaik hari pada skripsi kali ini.

Dan aku tidak bisa mengajak Sely ke rumah Mel karena mereka tidak berteman. Mereka hanya tau satu sama lain, Sely tau bahwa Mel adalah sahabatku begitu pula sebaliknya. Mel adalah temanku sejak semasa SMA, begitu pula dengan Olin, kami kuliah dikampus yang sama tapi berbeda jurusan. Sementara Sely, ia kukenal sejak semasa kuliah. aku mengenalnya di saat Ospek, dan tau bahwa kami berada pada satu jurusan yang sama. kami berteman mulai saat itu. Jadilah aku sering bersama dengan Sely juga Sisi pada saat dikampus, dan lebih sering bersama Mel dan Olin saat di luar kampus, meskipun tidak selalu begitu.

Dan aku cukup gengsi untuk menelpon Yuni, teman masa kecilku. Kubiarkan saja kami tak berbicara selama beberapa minggu. kuharap dia menelponku lebih dulu.
____________________________________________________________________________