Jumat, 08 Juni 2012

Gak Pake Judul 29

________________________________________________________________


Ada apa dengan juni kali ini.....
Seperti yang saat ini terjadi. Hujan.
Hujan tak semestinya datang sekarang.
Mestinya ia hadir pada septemer mendatang.
Tapi toh dia datang juga.


Aku menyukai hujan.
Sejak dulu.
Aku mengagumi ketenangan yang ia bawa.
Menyanjung kenangan yang hadir dari tiap butir tetesnya.


Ada wajah ayahku
Mengambang dalam aliran riak kecilnya


Banyak kenanganku
Timbul tenggelam dalam genangannya


Hujanku....
Bisakah aku menyebutnya begitu?


Mungkin bisa


Tapi tak lantas ia menjadi milikku


Dan meski aku memujanya
Kuharap ia tak datang secepat ini


Hujan.... 
Tak semestinya datang saat ini
Mestinya ia hadir pada september nanti
Tapi toh dia datang tanpa dikehendaki
__________________________________________________________________





Selasa, 29 Mei 2012

Gak Pake Judul 28

________________________________________________________________________________


GMT + 7, waktu Jakarta.
Dua hari di penghujung bulan.

Ada laki laki-laki laki brengsek, maka ada juga perempuan-perempuan brengsek. ( maaf untuk kata "laki" yang terlalu berderet itu). 

Aku tidak terlalu "ngefens" dengan kakakku belakangan ini.
Menurutku dia terlalu menjengkelkan sebagai seorang kakak. Tapi mana ada sih didunia ini orang yang sesama saudara yang tidak saling membenci. 

Aku tidak ingin membahas kakak-ku yang mungkin masuk kedalam kategori lelaki brengsek.
Dia bisa saja tampan, tapi aku muak dengan pacar-pacar noraknya yang kerap sok kecantikan itu.
Aku ingin bicara tentang perempuan brengsek.

Aku sudah menceritakan insiden merokok itu. Dan mungkin aku masuk dalam daftar perempuan tidak baik. Tapi perempuan tidak baik disini berbeda dengan perempuan brengsek.
Cowok identik dengan sifat hidung belangnya. Saat seorang cowok memiliki sifat itu, maka secara otomatis lebel brengsek akan menempel dijitnya secara tak kasat mata. Yah... yang teringat olehku adalah Rian. Aku tidak tau berapa cewek yang dia punya saat ini. Tapi yang pasti, dulu saat SMA dia hampir memiliki pacar hampir di setiap SMA yang ada di kotaku. Dan siapa yang tak mengenal Rian?. Dia cowok populer di sekolahku. Bukan karena prestasi, tapi karena ya... hidung belangnya itu. Alih-alih bicara populer, aku malah menganggapnya sebagai cowok tolol yang kurang kerjaan hingga tak ada kerjaan lain selain menggoda cewek-cewek yang juga sama tololnya. Dia bisa saja tampan, tapi kurasa dia tidak memiliki wibawa sama sekali. Dan Dia selalu tampak nyengir seperti orang idiot.

Tapi itu terserah sajalah...Toh bukan urusanku.
Dan dia itu laki-laki, dan kurasa wajar sajalah kalau dia ingin mengoleksi cewek-cewek tolol dengan lebel "Mantan Pacarnya Rian".

Mengimbangi ke-mata keranjangan Rian, ada Santi.
Cewek mungil berkulit putih dengan rambut ikal hitam dan tipis.
Yang aku tau berpacaran dengan lalaki hitam dan kentara sekali ke-jawa-annya.

Aku tidak harus mengakui bahwa mungkin kakakku adalah salah satu dari sekian banyak laki-laki brengsek itu. Dan aku mungkin adalah perempuan brengsek yang berusaha mengimbangi kebrengsekan saudaranya. Tapi ya Tuhan.... sebrengsek apapun tingkah yang pernah kulakukan, aku tidak pernah menjadi cewek yang terlalu begitu matre hingga seseorang yang saat ini adalah pacarku menjadi sangat kewalahan dengan tingkahku yang kentara sekali noraknya. Maksudku, ingin ini itu dengan melorotin duit pacar. Nyuruh ini itu kaya pembantu. 

Kuakui bahwa yang kulakukan sekarang adalah "mengumpat". Jika diperhalus maka akan menjadi "mengoreksi". Tapi tetap saja, apapun namanya, saat ini aku sedang membicarakan kejelekan orang di lembar Blog-ku. Lagi.

Dan melanjutkan umpatanku.
Orisinil sekali kisah si Santi ini. Maksudku, lihatlah. Dia berpacaran dengan seseorang yang apa ya? Bisa kubilang tidak terlalu tampan. Atau tidak tampan. Mungkin sama sekali tidak tampan. (Setidaknya itulah pendapatku tentang Edi, cowoknya santi). Tetapi dia itu juragan karet. Aku tak harus tahu berapa hektar kebun karet yang dia punya. Tapi berapapun itu, yang pasti si Edi ini adalah orang yang kaya. Atau setidaknya tidak miskin-miskin amat lah. Tapi yang kusayangkan adalah sifat ke katrok-annya itu lho.
Plis deh nek, Tetangga sebelah rumahku yang umurnya masih delapan tahun saja tau kalau aku sedang memperbudaknya saat aku menyuruhnya ke warung buat beli sesuatu. Masa ini seorang cowok berkepala dua nggak nyadar sama sekali saat lagi di kadalin cewek. Sebuta itukah cinta. Ohhhh, Tidak Buatku.
Beberapa kelompok kami kerap kasihan meliah Edi, dia naik turun tangga bersudut 45 derajat dengan tinggi setidaknya seratus meter di area kampus buat nyari buku di perpustakaan, selanjutnya memberikan buku itu kepada cewek tercintanya, hingga ia mesti melewati tangga yang tadi ia lewati dengan ngos-ngosan.
Dosen kami kerap mengganti ruang belajar saking tidak inginnya menuruni dan menaiki tangga. Jujur saja tangga di kampus kami terlalu menjengkelkan. Dan Santi, dia enak-enakan makan di kantin sementara cowoknya disuruh begituan. naik turun maksudku.

Tapi mana aku tau tentang cinta. Buta ataukah melek.
Aku kan tidak pernah jatuh cinta. Kalau naksir cowok, itu sih beda perkara.
Tapi menurut hati dan akalku yang sehat ini. Cinta itu buta tapi juga melek secara bersamaan.
Lihatlah si Edi. Cinta itu Buta.
Dan lihatlah si Santi. Cinta itu Sangat-sangat Melek. xixixi....
Cukup melek buat jadi sesuatu yang memberimu segalanya tanpa modal.
________________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 27

_____________________________________________________________________________


Kusadari...
Sepuluh haripun berlalu...

Apa yang ada di dalam otakmu saat aku bilang "cewek baik-baik"
Maksud di dalam otakmu adalah di dalam benakmu.

Yah...kalau aku, yang terpikir olehku, cewek baik-baik adalah cewek yang penurut, rajin, sopan, dan tentu saja mempesona. Pesonanya seolah muncul oleh keluguannya karena menjadi cewek yang penurut terhadap orang tua, sopan dengan tetangga dan rajin bangun di pagi buta.

Ini mengingatkanku akan temanku, Lia.
Aku tau, seharusnya aku  tidak menyebutkan nama aslinya. Tapi karena aku tidak mengucapkan hal buruk, maka kurasa tak salah jika aku menuliskan nama yang sebenarnya.

Lia adalah teman kecilku sejak SD.
Kami kenal namun tidak begitu karib saat di sekolah dasar.
Berdua, kamipun satu sekolah di asrama PPLH.
PPLH adalah singkatan dari sekolah islamku saat SMP.
Dan kami berdua pernah menjuarai lomba senam SKJ 2000 saat SD bersama dua teman kami yang lainnya.

Lia.
Apa yang bisa ku ceritakan???
Yang pasti, saat mengucapkan kata "cewek baik-baik", maka Lia adalah salah satunya.

Lia anak orang kaya. Terdidik tentu saja.
Ayahnya memiliki sebuah toko semacam toko pupuk dan sebaginya di kediaman kami. 
Dan rumahnya cukup megah untuk ukuran desa berkembang.
Ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga yang juga "Baik-baik"
Disiplin mendidik anak, dan..... apalagi. Lebih muda daripada ibuku tersayang.

Aku ingat bagaimana Lia kerap menjadi juara umum di sekolah dasar.
Meskipun tidak selalu dia. Tapi kupastikan Lia selalu berada di tiga besar.
(Bandingkan dengan diriku yang dablekkk, Sepuluh besarpun tidak mendekati).

Lia anak rajin, kupikir dia tidak pernah bangun diatas pukul tujuh meskipun hari itu adalah hari libur.
Dan aku jarang sekali bangun dibawah pukul tujuh meskipun itu bukan hari libur. Bandingkan perbedaannya.

Di PPLH.
Aku kerap kehilangan kunci lemari akibat kecerobohanku. Itu sebabnya aku akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengunci lemariku setelah kehilangan kunci untuk yang ketiga kalinya selama kurang dari satu bulan. Kakak pembimbing dikamar kami kerap jengkel denganku karena kasus kehilangan kunci ini. menyusahkan saja.

Dan taukah kalian.
Ada julukan "anak bebek".
Adalah julukan yang diperuntukkan untukku dan beberapa teman-temanku karena kerap tidak mandi pagi.
Aku tau bukan salahku kalau MCK asrama kami terlalu sempit untuk menampung lima ratus murid di ruangan berukuran lima belas kali sembilan meter. belum lagi di potong letak tiga bak mandi besar-besar serta tujuh WC berderet-deret yang makin mempersempit ruangan. Dan satu lagi yang membuatku enggan untuk menghampiri kamar mandi. Adalah air pancuran yang antri-an-nya tak kalah dengan kereta api babaranjang.
Setiap kali kau bilang "Siapa sesudahmu??" maka selalu ada jawaban "Si A". kau menghampiri si A dan menanyakan hal serupa, maka jawabannya adalah si B. Begitulah seterusnya hingga si Z, yang kalau kau memutuskan untuk menunggu maka kau akan mandi pagi pada pukul dua belas siang. Dan kau melewatkan jam belajarmu dikelas.

Dan sialnya, Lia tidak pernah mengalami nasib sepertiku.
Yang kumaksud adalah kehilangan Kunci atau tidak mandi pagi.
Anak yang rajin si Lia ini. 
Dia bisa bangun pada pukul 3 dini hari, sementara aku baru saja memejamkan mata.
Dia selalu ingat letak kunci yang di gantung dilehernya bersama dengan beberapa gandel kunci-kunci lain yang entah kunci apa.

Aku mencoba menggantungkan kunciku dileher seperti yang dia lakukan. 
Tapi entahlah, kurasa kecerobohanku ini sungguh sangat keterlaluan. 
Aku meninggalkannya di kamar mandi yang penuh berjejal para murid. Dan aku kembali untuk mengambilanya tapi kunci itu sudah raib entah kemana. Tapi mungkin itu perasaanku saja yang seolah meninggalkan kunci di kamar mandi padahal aku melepasnya saat duduk-duduk ngerumpi di bawah pohon seri di waktu senggang bersama anak-anak bandel lainnya.

Dan sekarang usia kami sudah 21 tahun.
Lia kuliah dijurusan keperawatan di palembang sana. 
Sementara aku kuliah jurusan ekonomi dikampus lokal dikota kami.
Kau tau? Kuliah ekonomi kampus lokal? aku merasa kuliah yang kujalani adalah seperti kuliah-kuliah-an. Permainan. Dolanan. Dari pada nganggur.
Dan parahnya ini adalah tahun terakhirku. Dan aku berada di puncak kebosananku mengurus skripsi yang..... entahlah apa yang harus kukatakan tentang skripsiku yang gak kelar-kelar ini.
Aku tidak memiliki semangat sama sekali untuk menuntaskan tugas akhir perkuliahan ini. Ini bukan hanya karena tema yang ingin dibahas, tapi juga karena dosen yang sulit ditemui. Menemui mereka setara dengan keadaan dimana kau ingin bertemu dengan seorang artis papan atas yang lagi naik pohon bukan lagi naik daun.

Dua hari lalu aku memboyong pulang dua novel dari toko buku.
Untuk mengusir kebosanan.
Kupikir aku suka membaca. Novel tentu saja.
Dan kupikir aku juga suka menulis. 
Kau tau, ini seperti menemukan hal baru dalam diriku.
Seperti menemukan hobi baru, tempat untuk mengoret-oret umpatanku.
Tapi aku belum mampu menulis sebuah cerita atau menuntaskannya.
Tapi Kuharap aku bisa suatu saat nanti. 

Dan aku tidak bodoh-bodoh amat untuk menjadi penulis handal seperti penulis-penulis tenar itu.

NB:
Seseorang meninggalkan sekotak rokok bermerek Slic Mild di rumahku.
Bungkusnya berwarna putih bersih, dengan tulisan yang dikelilingi oleh lingkaran tak lengkap berwarna merah dan silver.
Iseng.
Aku memboyongnya kekamarku.
Ada korek api juga.
Dan aku menghisapnya.
Ini bukan hisapan pertamaku.
Beberapa tahun lalu aku mecoba menghisap kretek milik kakakku.
Tapi dulu rasanya tidak sebaik ini. pahit.
Kali ini tidak terlalu buruk, meski tidak senikmat melahap sebungkus Coklat silverquinn.
Dan aku menikmati yang ini, hingga isinya berkurang setengah bagian lagi.

Kubiarkan diriku menjadi gadis yang apa ya.... Nakal? Tidak. Berani, mungkin.
Dan aku tau dari dulu bahwa aku bukan gadis yang tarlalu "Baik-baik".
Tapi aku tidak buruk-buruk amat.
Dan seandainya orang memandangku sebagai gadis buruk. 
Maka aku tidak berusaha untuk memperbaiki pandangan mereka.
Karena aku memang buruk. Meski tidak seburuk pandangan orang.

Dan Satu lagi.
Aku belum pernah berkencan.
Aku belum pernah punya pacar.
Aku belum pernah berciuman. Titik.
Buruk????
Memang.....!!!!
Karena tak ada cowok yang berakal sehat yang ingin menjadikanku pacar mereka, 
karena mereka menganggap aku cewek yang buruk................ 
Karena aku bukan cewek "Baik-baik"
________________________________________________________________________________

Sabtu, 19 Mei 2012

Gak Pake Judul 26

________________________________________________________________


Dalam Kebutaanku.....
Tujuh anak bak kurcaci bersuka cita menyambut pelangi senja
Tujuh Warna hadir Dalam satu nuansa
Warna Buram berbalut ketidaktahuan


Dalam Kebisuanku.....
Tujuh kata membait
Tujuh Bait menyair
Syair indah bergelung ketiada-artian


Aku Terbata,
Mencari jalan


Aku Meraba,
Mencari pijakan


Dalam kebutaan,
Tak ada yang hancur dibawah Telapakku


Dalam Kebisuan,
Tak ada yang lebur dalam genggamanku


Tapi ada yang luluh


Dalam kebutaanku
Dalam kebisuanku
Hatiku luput dari ketunaanku


Hati...
Mencerahkan - warna -  dalam nuansa - di ketidaktahuan
Hati...
Memerdukan - bait - dalam Syair - di ketiadaartian


__________________________________________________________________

Jumat, 18 Mei 2012

Gak Pake Judul 25

_______________________________________________________________________________


Untuk Sesuatu yang tak Tampak
Untuk Sesuatu yang tak pasti
Untuk sesuatu yang tak jelas


Siapa yang berani melangkah dalam ruang gelap
Dimana mata tak ada arti


Seseorang bilang padamu bahwa di ruang gelap itu bersarang emas juga berlian
Kau bisa meraup semaumu,
Sebanyak yang mampu aku genggam


Yang lain lagi bilang bahwa tak ada apa-apa didalam sana lain dari pada ular-ular zebra bermata hitam.
Kau melangkah,
Kau mati.


Saat ini,
Senandung risau merekah dalam jiwamu
Kau tak bisa berbalik arah karena waktu telah memudarkan jalanmu


Pilihan yang kau miliki adalah masuk lalu kemudian keluar


Membawa sekarung berlian,
Dan Selesai.
Kau menjadi saudagar yang memiliki apapun yang kau inginkan


Atau.....
Kau tak mendapat apa-apa selain berkejar-kejaran dengan ular bermata hitam dan kau keluar dengan darah mengucur dari sekujur tubuhmu.

Dan selanjutnya juga Selesai. Kau sekarat dan Mati.


Tapi ada padang ilalang di sebelah sana.
Sesuatu yang juga tak nampak, tak pasti dan tak jelas ada dibaliknya.
Apapun itu.
Ada cahaya dan matamu tidak buta.
Meski lima menit kemudian akan datang kegelapan.


Ada tantangan
Ada perjuangan
Kau tidak bisa memastikan bahwa kau pasti menang.


Tidak ada ibumu disini.
Tidak ada siapa-siapa disini.
Hanya Kau dan Ketakutan yang kau miliki.


"Kau hanya punya rasa percaya untuk yakin bahwa kau benar"
________________________________________________________________________________

Rabu, 16 Mei 2012

Gak Pake Judul 24*

_________________________________________________________________________________


Ke esokan harinya Olin menelpon. Aku memandangi nomor ponselnya, menimbang-nimbang apakah teleponnya ini harus kujawab. Dan beberapa detik kemudian akhirnya kuputuskan untuk menjawab.
"Halo...??? "
"Liv...??"
"Siapa lagi ??"
Aku mendengar Olin terkekeh di seberang sana.
"Kamu tega bener sih liv, masa teleponku nggak diangkat-angkat" Aku merasakan pipi Olin sedang mengembung saat mengucapkan itu.
" Sory deh, nggak tau kok "
"Aku didepan nih! Keluar dong???!!" 
"Depan mana?"
"Ya Depan rumahmu lah. Buruan gih keluar!! "

***
_________________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 23*

_________________________________________________________________________

Aku duduk bengong sendirian dikamarku,
Menanti sesuatu yang ku tau sesuatu itu tidak akan terjadi.

Aku memulai hari ini dengan bangun pada pukul tujuh lewat. 
Dan aku tau bahwa hari ini akan berakhir seperti kemaren.
Aku hanya duduk, membuka web, main game online, tidur siang, makan, duduk lagi, makan lagi, mandi, dan haripun berlalu. tak ada perbedaan sama sekali dengan hari kemaren. 

Aku berencana mengunjungi Mel, kau tau aku belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun padanya secara langsung, dan aku belum meminta maaf akan ketidak hadiranku dalam acara ulang tahunnya sabtu lalu. Kado yang baru sempat ku bungkuspun masih tergeletak diatas meja buku-ku. Aku memandang kado itu.

Seumur hidup aku tak pernah menerima kado dari kedua orang tuaku. Maksudku kado sungguhan yang berbungkus kertas yang didalamnya berisi sesuatu yang istimewa dan membuat penasaran. Aku tau mereka sudah berusaha membesarkanku sebaik mungkin. Tapi tetap saja. Ibu Mel membelikan sesuatu dalam bentuk kado di setiap ulang tahunnya. Padahal kondisi ekonomi mereka tak jauh beda denganku. Tapi tidak dengan ibuku, aku bahkan sangsi apa mereka ingat tanggal kelahiranku. 

Aku mencoba memahami bahwa hal itu di karenakan oleh faktor usia.
Ibuku memiliki usia 20 tahun lebih tua daripada Ibunya Mel, beliau lahir tak lama setelah kemerdekaan Negara ini. Mungkin itu yang menyebakan ibuku terlihat lebih kuno ketimbang ibu Mel. Dan aku berbesar hati untuk memaklumi ketidak-adaan perayaan ulang tahunku ataupun kado istimewa yang kumaksud.

Tapi aku juga sangsi apakah ada yang benar-benar pernah memberiku ucapan selamat ulang tahun,
Selain Mel dan Tentu saja Olin, tak ada yang repot-repot mau mengingat bahwa ada gadis bodoh didalam kamarku yang pada suatu hari akan melewati hari yang spesial, hari ulang tahun-nya. Dan itu artinya Hanya Mel dan Olin yang pernah mengucapkan "Happy Bird day Liv", melalu SMS. Poor Girl.

Sebenarnya hari ini aku berniat kerumah Mel, tapi aku merasa mungkin dia lagi ngambek berat karena acara ulang tahun itu. Dan aku ingin mengajak Olin, Tapi sekarang aku yang lagi kesal padanya karena kasus mengunggu selama tiga jam itu. Jadilah hari ini aku duduk-duduk manyun dikamarku. Aku menelpon Sisi untuk menanyakan perihal proposal skripsi, tapi dia tidak menjawab teleponku sama sekali. Selanjutnya aku menelpon Sely untuk menanyakan hal yang sama. Dia menjawab teleponku dalam beberapa detik, dan belum sempat aku menanyakan maksudku, dia sudah mencekcokiku dengan kata-kata "Kamu kemana aja Liv, Ini kan sudah bulan juni.....!!!" dan bla...bla...bla...

Dan aku tau maksudnya apa. Sebagian mahasiswa sudah melakukan bimbingan dengan dosen, bahkan sudah ada yang siap menuju ruang ujian. Tapi aku? Aku bahkan belum mengajukan judul sama sekali. Dan aku tau karakter Sella. Dia satu-satunya teman yang kukatakan paling peduli dengan nasib perkuliahanku.
Sementara yang lain seperti sisi, Bisa dikatakan dia itu sama tak pedulinya denganku terhadap yang namanya pelajaran. Meskipun dia sedikit lebih berbaik hari pada skripsi kali ini.

Dan aku tidak bisa mengajak Sely ke rumah Mel karena mereka tidak berteman. Mereka hanya tau satu sama lain, Sely tau bahwa Mel adalah sahabatku begitu pula sebaliknya. Mel adalah temanku sejak semasa SMA, begitu pula dengan Olin, kami kuliah dikampus yang sama tapi berbeda jurusan. Sementara Sely, ia kukenal sejak semasa kuliah. aku mengenalnya di saat Ospek, dan tau bahwa kami berada pada satu jurusan yang sama. kami berteman mulai saat itu. Jadilah aku sering bersama dengan Sely juga Sisi pada saat dikampus, dan lebih sering bersama Mel dan Olin saat di luar kampus, meskipun tidak selalu begitu.

Dan aku cukup gengsi untuk menelpon Yuni, teman masa kecilku. Kubiarkan saja kami tak berbicara selama beberapa minggu. kuharap dia menelponku lebih dulu.
____________________________________________________________________________

Selasa, 15 Mei 2012

Gak Pake Judul 22*

___________________________________________________________________________


==> Dan Sekarang aku melalukannya lagi.


Aku duduk di bawah pohon jarak, diatas bangku reot, menunggu Olin yang sudah kutelepon untuk yang ketiga kalinya dan dia selalu bilang "Bentar lagi Liv "


Pada telepon pertama aku masih sabar menunggu Olin yang bilang "bentar lagi Liv" itu. Tapi sekarang kesabaranku sudah habis dan seperti biasa kalau terlalu lama menunggu mataku mulai berair. Dan saat ini kesabaranku sudah habis.


Aku melambaikan tangan kejalan raya, memanggil tukang ojek yang memakai kostum seragam berwarna orange terang khas para tukang ojek dikotaku, jaket yang warnanya mirip dengan pakaian petugas kebersihan kota, juga mirip dengan jas almamater kampusku. 


Seorang tukang ojek berperawakan jawa itupun menghampiriku.
"kemana mbak???"
Aku menyebutkan alamat tujuanku dengan suara bergetar menahan rasa dongkol.
_____


Ada hal yang mesti kukerjakan sebelum aku berangkat kekampus keesokan harinya. Hari ini aku punya jadwal kuliah siang bolong pukul satu tiga puluh. Ibuku meminta supaya aku membayar tagihan listrik, telepon, serta PDAM. Aku tak perlu repot-repot menelpon Olin untuk berangkat bersamaku. Kemarin aku berkali-kali mengabaikan teloponnya. Aku juga mengabaikan pesannya.
"Oliv, Kamu dimana?"
"Liv, Kok gak ada?"
"Liv, Dimana sih?"
"Liv, Bales dongggg"
"Liv, Angkat kenapa sih"
"Liv,,,,"
"Liv...."
"Olivia..."
Dan ada getar telepon diantara pesan-pesan itu. Aku sengaja mematikan nada ponselku agar tidak mengganggu. 
Aku hanya bermaksud mengungkapkan kekesalanku pada Olin. emang enak nunggu sebegitu lama.


Aku mampir dikantor pos, menunggu antrian diantara orang-orang yang bermaksud sama denganku.
Aku duduk dikursi berwarna biru terang, tepat bersebelahan dengan perempuan gemuk seusia ibuku. Wanita jawa berkulit gelap serta bertampang cerewet dan membosankan.
Kalau ada orang yang kubenci itu adalah orang jawa. Aku tak tau mengapa demikian. aku benci melihat mereka berkeliaran di seantro nusantara, merembet dan berkembang biak dengan cepat seperti virus atau jamur. Lihatlah di seluruh penjuru negeri ini, provinsi mana yang tidak dihuni oleh orang jawa, kurasa tidak ada lagi sejak pemerintah menetapkan transmigrasi dari pulau jawa kepulau-pulau diluar pulau tersebut. Dan mengapa mereka tidak ingin berhenti punya anak, apa mereka nggak paham bahwa dunia ini sudah sesak. Mereka beranak pinak hingga penduduk lokal seolah punah karenanya.


Dan parahnya mereka kasar.
Kukira orang-orang benar saat bilang bahwa perempuan jawa berhati lembut dan sangat ramah, tapi ternyata itu adalah hal yang sangat salah. Kupikir orang jawa jauh lebih kasar dari pada orang batak yang memang punya tampang sangar. Tapi mungkin itu dikarenakan faktor ketidakkenalanku pada mereka.
_____________________________________________________________________________

Senin, 14 Mei 2012

Gak Pake Judul 21

______________________________________________________________________________

Akhirnya.....
Setelah lebih dari 3 jam menunggu akhirnya giliranku tiba.


Kau tau betapa menjengkelkannya menunggu.
Hal yang paling ku benci adalah hal itu. M.E.N.U.N.G.G.U
Kalau membicarakan kejelekan orang adalah hal yang paling fantastis dan menyenangkan, maka menunggu adalah kebalikannya.


Dulu saat usiaku kira-kira sebelas tahun, aku pernah ikut ayahku berbelanja.
Dan saat belanjaannya menumpuk, akupun diminta menunggu di terminal bus, sementara ia masuk kembali ke area pasar mencari sesuatu yang kecil, yang terlupakan olehnya.
Jadilah akhirnya aku menunggu di dekat tumpukan barang belanjaan ayahku.


Lima menit pertama aku masih menikmati momen menunggu itu, begitu pula sepuluh menit berikutnya.
Tapi aku mulai risau saat tiga puluh menit berikutnya ayahku belum juga muncul.
Dari risau akhirnya aku menjadi jengkel saat jam hampir berputar tiga ratus enampuluh derajat.
Aku ingat bagaimana aku jengkel setengah mati saat itu.
Dari jengkel aku akhirnya menjadi marah.
Aku mereasakan sesak di bagian dada ku. Ada rasa sakit yang menyembul seolah aku  baru menelan batu hitam sebesar kepalan tangan bayi. Aku sadar bagaimana saat itu mataku mulai berair menahan rasa dongkol pada ayahku karena telah membuatku menunggu sebegitu lama.


Well, sore aku menunggu giliranku untuk masuk ruangan dokter jon.
Dokter Jon adalah dokter gigi ternama di kotaku.
Aku berniat mencabut tiga gigi keroposku sekaligus.
Jadi aku berangkat ke tempat praktek si dokter dan menunggu mulai dari pukul empat sore. pukul dimana si dokter mulai buka.
Aku bukan yang pertama datang, ada sepasang suami istri, serta seorang perempuan berkerudung bersama seorang anak kecil kira-kira delapan tahun yang mungkin adalah anaknya.


Aku sudah mengantisipasi diriku akan "Menunggu".
Jadi aku membawa sebuah novel yang belum selesai kubaca, dan membacanya diruang tunggu dokter Jon sembari menunggu giliranku. Tapi hingga novelku selesai ku baca, giliranku belum juga tiba. Ada beberapa orang yang baru datang, serta seorang anak SMA yang sama jengkelnya denganku karena mengunggu.
Jam lima, jam enam, dan azan maghribpun berkumandang.
Aku menelpon beberapa temanku untuk menghilangkan rasa sakit yang mulai datang.
Menelpon teman yang lain setelah aku mengakhiri salah satu telepon temanku.


Yap, menunggu membuatku marah dengan dokter JON, juga dengan asisten yang duduk dibelakang meja, yang wajahnya jelek dan suaranya kasar menggelegar. Bahkan saking jengkelnya, aku berniat mencoret-coret dinding di ruang tunggu dan meludah ditempat yang sama untuk mengekspresikan rasa jengkelku.


Yap... menunggu itu buruk.
Itu sebabnya aku selalu berusaha untuk datang tepat waktu saat ada janji dengan seseorang.
Aku tidak ingin membuat seseorang marah padaku "hanya" karena menunggu.


Dan jangan membuatku menunggu,
Sebab aku mungkin bisa saja meninggalkanmu.
Aku bisa saja membunuhmu.


Hari itu aku pulang kerumah pukul 08.30 dengan pipi yang terasa mengembung karena pengaruh obat bius, Serta dengan gusi yang sudah ompong tepat di tempat tiga gigi gerahamku tanggal.....
________________________________________________________________________________

Jumat, 11 Mei 2012

Gak Pake Judul 20

________________________________________________________________________
Ilustrs : Mel.
(Bukan Aku, Hanya Orang yang kubayangkan adalah aku)


Terima kasih untuk kemurahan hatimu karena telah mengirimnya.

Aku melihat dadanya naik turun.
Nafas, pelan.
Pelan tapi ada.
Ada nafas dan ada hidup.
Ada hidup dan ada kehidupan.
Ada kehidupannya, ada kehidupanku.
Ada kehidupanku dan ada duniaku.


Duniaku berputar....


Kau tau kapan kau terlihat sangat idiot??
Adalah saat kau jatuh cinta.


Kau terlihat seperti seekor kuda yang tampak lebih menawan dari kuda sungguhan.


Kau memandang cintamu seakan itu adalah telaga hingga kau mengabaikan hujan.
Kau memandang cintamu seakan itu adalah mentari pagi hingga kau mengabaikan bulan.
Kau memandang cintamu seakan kau berada dalam sebuah topi kerucut raksasa, lalu kau melihat titik tertinggi, dan kau tidak memandang sisi yang menjujung ketinggian itu.
Kau hanya melihat bahwa itu benar. Itulah hal yang paling benar. Itulah yang paling agung.


Pagi adalah waktu yang mulia.
Tapi ada yang memompa semangatku.
Kau pasti tau itu apa.


Gelap adalah hal yang tidak kusuka.
Itu membuatku terasa seperti buta.
Tapi ada yang tetap membuatku berbesar hati padanya.


Seperti sekarang, aku menyadari aku terlihat sangat bodoh.
Aku tersenyum seperti wanita muda yang sinting saat memandang sesuatu disebelah dinding biru kusam itu.
Kau tau apa yang kupandang?
Itu hanya kertas,
Kertas berilustrasi wajahku dan seseorang yang lain.
Bodoh sekali kan?


Tapi taukah kau?
Ini adalah kebodohan yang menyenangkan....... :D
_________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 19

_________________________________________________________________________

( tEriMaksiH ya'ALLAH, , eNgkau TeLah mEmpErcAyai hAmBa uNtuk mEraWaT siE bEby dLm raHimQ. .
BriLah kEseHaTan kEpada kAmi. .) Fesbuk By : Mazrur harus Sabar

Pew...Pew...Pew...
Satu lagi, akan datang.  


Lihatlah apa yang di tulis. Bayi. Beberapa bulan dari sekarang bayi itu akan lahir.
Aku cuma bisa mengucapkan kata, Amin.....
Semoga Tuhan memberkati kalian dan bayi kalian yang katanya masih didalam rahim itu.
Semoga Tuhan masih memegangiku, menuntunku. Dan karena aku merasa bagian tubuhku mulai "lumpuh" tepat dibagin sebelah kiriku,kuharap ia masih ingin memapahku, hingga kelumpuhanku punah. Hingga aku memenangkan sayembara cinta.


Aku bosan dengan ocehan orang-orang.
Aku sudah muak dengan pertentangan ke-agamisasi-an.
Di negaraku tercinta ini, kami memiliki lembaga-lembaga islam.
Mulai dari yang terkecil seperti rohani islam pada sekolah menengah atas, atau majelis ta'lim yang berisi ibu-ibu yang memakai kerudung yang mencolok dan berlipstik tebal, hingga majelis ulama yang memiliki peran penting dalam menentukan ke-halal-an benda yang akan kami makan. 


Aku mendapati para pemuka agama berbicara mengenai azab dan segala tetek bengek mengenai siksa kubur. Aku mendapati mereka berbicara tentang kekuasaan Tuhan yang tiada batas.
Kupikir semua orang sudah tau tentang ketidakterbatasan kuasa Tuhan, Tapi seolah-olah menghindari topik yang mengacu pada dosa mereka, mereka terus mengulangi hal serupa hingga aku mau muntah mendengarnya.
Aku mohon maaf pada tuhan yang maha kuasa atas ucapanku yang seolah menentang semua itu, aku tidak bermaksud menjelek-jelakkan atau bermaksud menghina. Aku hanya bebal dengan sikap sebagian besar ceramah yang kudengar belakangan ini.
Mereka berbicara tentang dosa dan siksa. kenapa tidak berbicara perdamaian dan indahnya syurga dalam kedamaian saja??? kurasa itu lebih baik ketimbang menakut-nakuti dengan siksaan. siapa pula yang mau di siksa.
Kami ini hanya masyarakat awam yang masih sangat bodoh untuk mengambil pandangan sendiri tentang toleransi antar umat beragama, dan kurasa seharusnya para pembuka ini bisa sedikit berbagi kepercayaan diri untuk mengambil langkah yang benar tentang menghormati kepercayaan orang lain.


Lihatlah kegemparan yang dihasilkan saat wakil presiden bilang "dewan masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid". Itu adalah ucapan bapak wakil presiden yang kukutip dari sebuah laman. Dan saat aku menarik kursorku kebawah, tak ayal, aku medapati 99% berisi caci maki terhadap ucapan beliau ini.


Tapi aku senang dengan satu komentar. Lihatlah komentarnya.
"aslm. admin suara islam online. saya mau tau, apakah isi berita ini hasil wawancara SI online kpd wapres atau berita ini hanya mengambil dari situs berita lainnya???jika bukan hasil wawancara lgsg dg wapres tlg buat wawancara ekslusif dgn wapres ...... "

Yap, setidaknya masih ada umat yang kritis.....
Kuakui, aku sering merinding mendengar suara azan, biasanya kudapati saat azan subuh. Aku bisa merasakan suara azan yang begitu merdu dan mendayu-dayu meresap kebagian hati terdalamku ditengah kelam, dingin dan kentalnya suasana subuh.
Tapi kau harus lihat betapa menjengkelkannya suara azan pada pukul 12.30 dikampusku. kami belajar akuntansi dan azan yang berasal dari masjid yang letaknya 20 meter dari ruang kelas yang kami tempati membuatku menyumpal telinga. Azan yang tidak "indah", mirip seperti orang berteriak, yang memaksa bukannya mengajak orang untuk sembahyang, menjerit bukannya merdu mendayu-dayu, siapa yang tidak terganggu??? Kalian mungkin tidak, tapi aku terganggu.

Aku tidak akan mengomentari kinerja wakil presiden sekarang yang dinilai jeblok atau anjlok atau nihil sama sekali. Terlepas dari semua kinerja yang nihil itu, aku setuju dengan suara azan yang sayup-sayup, merdu dan mendayu-dayu, berirama dan memikat, sehingga memiliki kesan memanggil dan mengajak, bukannya meninggalkan kesan berteriak dan memaksa umat.
________________________________________________________________________

Rabu, 09 Mei 2012

Gak Pake Judul 18

__________________________________________________________________________


Alih-alih gak ada kerjaan, aku malah pusing memikirkan sebuah hadiah.
Besok tanggal 11 mei.
11 mei adalah hari ulang tahun salah satu sahabatku, dan aku merasa hadiah merupakan suatu hal yang wajib lain dari pada ucapan "selamat ulang tahun" dan "wish you all the best, sobat."


Apa kira-kira hadiah yang sederhana namun istimewa yang bisa kau berikan pada orang terdekatmu.
_________________


Keep Smile , Ed.....!!!


Aku sudah menjaga senyumku.
Menarik sudut-sudut bibirku agar tampak seperti sebuah senyuman.
Tapi yang kurasakan adalah sesuatu yaang aneh,
Sebuah kecemberutan yang sedikit lebih manis, 
Seperti memakan daging mentah yang di lapisi kecap manis.


Orang di bawah sana tak tau, kalau aku terganggu dengan sudut mulutnya yang reot itu.
Kurasa aku lebih menerima memakan daging mentah dilapisi kecap dari pada memakan daging mentah berbau busuk.
Itu artinya, otakku akan terasa jernih saat melihat senyum, meskipun itu senyum palsu, ketimbang melihat sudut mulut jelek yang sedang cemberut seolah menegaskan padamu sesuatu tanpa kata-kata yang bunyinya " Mati Saja Kau.....!!! "


Entahlah.... Apakah seperti ini rasanya berusia 21 tahun. 
Rasanya otakku benar-benar keruh.
Aku tak tau apakah ini korban dari skripsi sialan itu, atau ini memang normal terjadi pada orang-orang yang manginjak usia dua puluhan, atau hanya aku saja yang memang mulai gila.


Kurasa ada yang tidak beres dengan jiwaku. 
Benar,,, aku mulai gila dan aku tak sadar kalau aku gila.
Apakah baik bagi seseorang kalau dia tau kalau dia sudah menjagi orang gila??
Tapi aku merasa masih cukup normal.
Orang-orang masih berbicara padaku dengan sikap normal, membahas hal-hal normal seperti mengumpat musuh mereka dengan ucapan buruk yang kuanggap normal.
Itu berarti aku masih belum gila..... 


Meskipun aku butuh seseorang untuk Ku-ajak mengakak hingga mulut kami mangap lebar-lebar,
Tapi aku senang aku sendirian seperti ini.
Seperti sekarang ini, berlama-lama dikamarku yang kotor dan pengap. Mengungkapkan kekesalan dalam tulisan pada Blog-ku yang sungguh mengerikan untuk dibuka.
_________________________________________________________________________

Gak Pake Judul 17

_____________________________________________________________________


Aku tau itu tidak benar.
Seharusnya aku menulis hal lain yang lebih konyol ketimbang menulis lelucon tentang malaikat.
Mana aku tau kalau mereka benar-benar bisa mengutuk-ku.
Mungkin mereka akan mendatangiku melalui mimpi malam ini.
Membawa Obor berikut cambuk mengerikan itu, sementara dibelakang mereka berdiri rentetan prajurit.


Ooooh, aku mulai lagi.
Baiklah, aku akan mengalihkan pembicaraan.


Beberapa hari lalu aku bertemu dosenku, tentu saja aku bertemu dengannya bukan di area kampus.
Menjengkelkan mana saat kau hampir bertabrakan dengan salah seorang dosenmu. Kau harus memberikan senyuman sempurna, seolah kau memujanya dengan teramat sangat.


Aku benci hal-hal seperti ini.
Aku kerap bertemu dengan orang tua teman-temanku.
Mungkin aku pernah berkunjung kerumah mereka beberapa kali sehingga mereka ingat wajahku.
Dan akibatnya, aku harus tersenyum dengan sangat lebar manakala aku bertemu mereka di tengah jalan atau dimanapun itu. Dan harus menyapa dengan sangat ramah, seraya bertanya "Rossa mana tante??" (Anggap saja temanku bernama Rossa dan sekarang aku bertemu dengan ibunya dipasar loak ).
aku benci...aku benci...aku benci...


Apa yang kubenci dari semua itu???
Aku benci dengan wajah yang seolah-olah gembira bertemu dengan mereka, padahal sebelumnya saat kau pertama kali melihat mereka, kau berniat hendak berbalik arah untuk menghindari mereka. Tapi karena mereka terlanjur melihatmu, maka kau terpaksa nyengir lebar lalu menyapanya.


Apakah itu termasuk munafik?
Mungkin tidak,
Kau hanya berusaha untuk bersikap wajar, sebagai seorang teman dari anaknya.
Tapi tetap saja. Itu membuatku jengah.
Aku akan berusaha untuk pura-pura tidak melihat mereka sebeluam mereka terlanjur melihatku dan aku terpaksa bermanis-manis muka dihadapan mereka. Ini sama menjengkelkannya dengan momen manakala kau menemui ibu pacarmu dan ia memandangimu dari atas hingga bawah seolah kau adalah orang aneh yang mecoba memperburuk keturunan mereka. :(


Sebagai gadis timur, aku terbiasa dengan didikan keramah tamahan.
Aku mengaji sejak umur 4 tahun dan tengah pandai mengeja berikut membaca al-qur'an sejak usia 6 tahun.
Dan aku merupakan jebolan ma'had pada derajat SMP.
Tapi temanku bilang kalau aku adalah korban film-film barat. 
Hal ini membuat moralku merosot jauh diatas rata-rata gadis lokal.
Sekarang aku tidak menganggap keperawanan ataupun keperjakaan adalah hal yang terlalu penting untuk dipertimbangkan dalam pernikahan. Aku tidak berniat untuk melakukan seks pranikah, tapi kalau memang pasanganku bukan perjaka ting-ting, kurasa aku bisa menerimanaya. Tak perlu penjelasan untukku alasan ketidak perjakaan itu. Aku memandang diriku sebagai orang yang objektif, dan pemikir, dan aku pasti mampu memandang laki-laki yang bisa berdiri disampingku kelak. Meskipun aku tidak terlalu memikirkan perihal pernikahan konyol itu, dan aku memang tidak terlalu memikirkan pernikahan. Bodoh rasanya jika kau menikah sementara nasib ekonomimu terkatung-katung. Dan inilah yang temanku bilang bahwa aku adalah korban film barat. Ketidak-inginan menikah sebelum menjelang usia 27 atau 30, dan mungkin 40 tahun, padahal semua temanmu mungkin sudah menikah diusia 25 tahun, dan sudah memiliki cucu di usia 45 tahun.


Dan sekarang aku berbicara mengenai moral terhadap orang yang kau kenal.
Ada kalanya aku bertemu guru masa sekolah dasarku.
Seperti 6 bulan lalu. Aku bertemu wali kelasku saat aku duduk di kelas terakhir sekolah dasar.
Tapi beliau tampak tidak mengenalku sama sekali, jadi aku memutuskan untuk menjadi orang yang seolah-olah tidak pernah bertemu dengannya. Lagi pula kupikir belum ada yang bisa kubanggakan padanya. Aku hanya seorang mahasiswi di sebuah kampus lokal yang baru berdiri kira-kira sepuluh tahun lalu, dan aku memiliki IPK yang tidak terlalu memuaskan bahkan untuk ukuran kampus yang baru mulai tumbuh. Dan aku merasa benar untuk pura-pura tidak mengenalnya sama sekali.
_______________________________________________________________________

Gak Pake Judul 16

___________________________________________________________________________


Siapa yang percaya bahwa perang dan kelaparan didunia ini akan berakhir???

Kupikir aku bisa percaya bahwa kelaparan akan berakhir,
Mungkin suatu hari nanti, secara ajaib orang-orang akan kaya sama rata.
Mungkin ada orang kaya yang kepalanya terbentur batu karang saat dia menyelam di lautan, hingga membuatnya teler. Selanjutnya ia menghamburkan uang dari atas sana, hingga orang-orang mengira saat itu terjadi hujan uang.
Atau mungkin banyak orang-orang fanatik dengan agama sehingga mau membagikan sebagian besar hartanya untuk orang-orang miskin yang kelaparan.
Kupikir mungkin itu bisa saja terjadi.....

Banyak hal didunia ini yang bisa membuat kelaparan akan berakhir, Begitu pula dengan perang.

Tapi aku tidak percaya dengan yang satu ini, "Dendam akan berakhir.
Begitu juga dengan saudaranya, "Iri" Juga adik iparnya, "Dengki".

Aku melihat orang-orang memendam rasa iri.
Seolah perasaan itu dipelihara dengan baik, saat kau menyaksikan tetangga sebelah kanan rumahmu membeli sebuah lemasi berwarna emas, dengan kemegahan yang membuat mata orang membelalak, seminggu kemudian kau bisa memastikan tetangga sebelah kirimu juga akan memiliki benda yang sama atau mungkin lebih mewah daripada yang dibeli tetanggamu yang lain padahal ia mencibir tetangga sebelah kananmu saat mereka membeli lemari berwarna emas itu. Yah, perasaan iri yang terpelihara dengan baik, tumbuh dengan rimbunnya didasar hati mahluk paling mulia dimuka bumi ini.
Dan siapa yang percaya bahwa perasaan itu akan musnah suatu saat???
Yang pasti aku tidak.
Aku hanya berharap, tapi aku tidak yakin dengan harapanku.

Entah mengapa aku tidak bisa percaya bahwa sifat itu akan binasa.
Kecuali suatu saat kelak, kalu memang ada, di syurga sana. Tempat dimana orang-orang baik yang menjadi penghuninya.
Tempat dimana hawa nafsu sudah tak lagi ada.
Tapi itu bukan terjadi secara alamiah, bukan.
Itu terjadi karena paksaan.
Semua kehendakmu telah dicabut, hingga kau tidak mempunya keinginan lagi, termasuk cinta, mungkin.

Ah, siapa yang peduli dengan syurga sialan itu.
Kau sudah melihat neraka dengan jelas, menghantui setiap gerak-gerikmu, membayangi jalan bahkan ketika kau hendak ke toilet.

Entahlah, aku ingin berterima kasih atau tidak pada malaikat pujangga, yang menurutku memiliki pesona paling kuat dan memiliki aura kewibawaan tertinggi dibanding lainnya. Jibril mungkin datang pada malam itu. Malam dimana ibu dan ayahku mengikik berdua di kamar tanpa pintu, sementara tiga dada milik nyawa lainnya sedang sedang bergerak naik mengatur mempertahankan nafas dengan mata terlelap di penghujung malam. Malam dimana awal mula aku dikirim ke dunia ini.

Adalah yang tak henti dinanti-nanti olah semua mahluk adalah Mika'il.
Terbang dengan kepakan sayap putih megahnya di tengah malam, membawa kantung ajaib seperti karung goni dan menaburkan isinya yang serupa debu pada padang lalang, padi serta tumbuhan lainnya.
Mengintip dari balik tirai pasangan suami istri, memberi mereka mimpi. Membawa satu hati untuk mengunjungi satu toko dan toko lain untuk berbagi kenikmatan. Ini yang orang-orang sebut dengan "Rizki".

Kupikir malaikat Ridwan adalah malaikat tertampan dari semua malaikat.
Itu karena pandanganku akan tugasnya sebagai penjaga pintu Syurga.
Tapi aku sempat berfikir bahwa mungkin dia adalah mahluk yang malang, yang sekarang lagi duduk-duduk diam di depan sebuah pintu megah bermahkota seraya menunggu Malaikat Izrafil meniup terompet raksasa yang dipercayakan padanya. Hingga saat itu terjadi, Ridwan harus tersenyum sepenuh hati pada semua (calon) penghuni syurga. Malaikat malang.....

Dan aku terganggu dengan Malaikat raqib juga Atid. Kurasa mereka sekarang sedang mengikik di sebalah kanan dan kiriku, menertawakan kekonyolanku karena tidak percaya bahwa rasa dendam akan berakhir.  Atau mungkin mereka cemberut setengah mati karena aku telah menulis nama mereka di lembar blog-ku dan memutuskan untuk mengkutuk-ku hingga kelak aku harus berhadapan dengan malaikat Malik yang bengis.

Dan aku yakin ada setan yang mengakak di sebelah kiriku saat ini. Saling mecibir dengan kedua malaikat pengawalku. Aku membayangkan mereka saling mejulurkan lidah satu sama lain.
Itu mengingatkanku pada Presiden SBY dan Ibu mengawati yang sama-sama tengah memegangi permen lolipop sambil berpidato bergantian di depan publik.

Dan suatu saat nanti, Izrail akan menggeram padaku, menghunuskan pedang yang tak nampak, mengayunkan-nya seketika tepat pada saat aku menyeberangi jalan didunia nyata dan sebuah mobil meluncur dengan cepat, menabrakku,  meyeretku sejauh 25 meter, dan aku mati. 

Aku akan berwarna putih pucat, dan bertemu dengan Malaikat Munkar dan Nakir di tempat sempit yang tak kukenal sama sekali. Satu dari mereka membawa cambuk dengan warna mengerikan, bersimbah darah seolah habis mencambuk tetangga disebelah makamku. Mereka datang tanpa mengetuk papan kuburanku. Datang dengan raut wajah hitam dan memberiku pertanyaan konyol tentang siapa yang kusembah.
Tentu saja aku menyembah Tuhan. Siapa pula yang ingin menyembah setan idiot penyebar fitnah.
Tapi mereka memberiku pertanyaan lain tentang apakah aku bersembahyang atau tidak, aku berzakat atau tidak, aku berzina atau tidak, aku berjudi atau tidak, dan yang lebih parah mereka memberiku pertanyaan tentang apakah aku siap untuk ke-neraka.

Tentu saja aku tidak paham apa yang mereka tanyakan. aku tidak mempelajari bahasa arab.
Aku hanya tau bahasa Nasional negaraku, serta bahasa daerah ibuku.
Tapi jika mereka bertanya melalui bahasa yang kupahami, maka aku akan berhasil menjawab semua pertanyaan.
Aku menyembah Tuhan? Ya, 
Aku sembahyang? Terkadang, 
Aku berzakat? Tentu, 
Aku berzina? Entahlah, kurasa tidak. 
Aku berjudi? Tidak sama sekali.
Dan yang terakhir aku akan mejawab bahwa aku sudah pernah berada di neraka dan aku tak ingin lagi mengalaminya.....

Mereka bisa meninggalkanku setelah itu, dan tidak memperdulikanku lagi.
Selanjutnya aku berakhir di tangan sang penjaga pintu.
Siapa dari kedua malaikat ini yang ingin memeliharaku.
Aku tidak ingin meresa ke-PEDE-an Hingga berharap malaikat Ridwan akan menyambutku dengan tangan terbuka. Dan Kuharap malaikat Malik tidak ingin terlalu baik padaku hingga ingin memeliharaku dikandangnya.

Mereka bisa meninggalkanku di ruangan yang tak mereka jaga. 
Aku dan Diriku. 
Aku dan diriku tanpa raga.
Sesuatu yang tidak pernah ada.
Seperti layaknya, sebelum aku ada.
Seperti layaknya aku tidak pernah dibuat, aku tidak pernah diciptakan.
Sesuatu, bisa menghapus momen.
Saat dimana ibuku mengikik bersama ayahku di kamar tanpa pintu.
______________________________________________________________________________